​Candi Sukuh adalah salah satu destinasi wisata budaya Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Destinasi-Wisata-Candi-Sukuh,-Menyelami-Keunikan-Sejarah-Jawa-Tengah

Candi ini menyajikan keindahan arsitektur yang harmonis dengan alam sekitarnya dan menawarkan pengalaman menyelami sejarah akhir Kerajaan Majapahit​. Berikut ini ZONA INDONESIA akan memberikan informasi menarik tentang menjelajahi keindahan dan keunikan Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Pesona Candi Sukuh di Lereng Gunung Lawu

Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu, tepatnya di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Posisi candi berada pada ketinggian sekitar 1.186 meter di atas permukaan laut, sehingga menyuguhkan pemandangan alam yang indah, udara sejuk, dan suasana yang tenang. Lokasinya sekitar 50 kilometer dari Solo dan 36 kilometer dari Surakarta, membuatnya mudah dijangkau bagi wisatawan.

Gunung Lawu sendiri dianggap suci oleh umat Hindu di Jawa pada masa Majapahit dan tercatat sebagai salah satu dari 18 gunung suci di Pulau Jawa menurut Serat Manikmaya. Keistimewaan lokasi ini juga menambah nilai spiritual sekaligus historis bagi pengunjung. Tidak hanya sebagai objek wisata, Candi Sukuh menjadi saksi sejarah kebudayaan Hindu di Jawa Tengah.

Selain keindahan alamnya, kawasan sekitar candi juga menawarkan jalur trekking ringan serta spot foto alam yang memikat. Udara pegunungan yang segar dan pemandangan lereng hijau membuat pengunjung betah berlama-lama. Kombinasi alam dan sejarah ini menjadikan Candi Sukuh sebagai destinasi yang menarik untuk wisata edukasi dan relaksasi.

Sejarah dan Penemuan Candi Sukuh

Candi Sukuh diperkirakan dibangun pada abad ke-15, menjelang akhir masa Kerajaan Majapahit, di bawah pemerintahan Ratu Suhita (1429–1446 M). Situs ini pertama kali ditemukan pada 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta, di masa kepemimpinan Jenderal Raffles, kemudian dilaporkan dalam buku The History of Java karya Thomas S. Raffles.

Peneliti Belanda lainnya, Van de Vlis, meneliti candi ini pada tahun 1845 dan memunculkan berbagai tafsiran mengenai makna dan fungsinya. Pemugaran pertama dilakukan pada 1928 untuk mempertahankan kelestarian bangunan. Terdapat pula sengkalan di gerbang utama candi, “Gapuro Bhuto Aban Wong”, yang bermakna 1359 Saka (1437 M), serta sengkalan lain di pintu selatan, “Gapuro Bhuto Anahut Buntut” (1359 Saka / 1432 M).

Seiring berjalannya waktu, Candi Sukuh menjadi objek penelitian penting bagi sejarahwan dan arkeolog, karena menyimpan bukti arsitektur dan simbolisme Hindu di masa akhir Majapahit. Penemuan ini menegaskan bahwa budaya Hindu-Jawa berkembang hingga kawasan lereng pegunungan, jauh dari pusat kerajaan.

Baca Juga: Menelusuri Sejarah Dan Keindahan Benteng Keraton Buton, Sulawesi Tenggara

Keunikan Arsitektur dan Struktur Bangunan

Keunikan-Arsitektur-dan-Struktur-Bangunan

 

Candi Sukuh memiliki arsitektur yang sederhana namun unik, berbeda dari candi besar seperti Borobudur atau Prambanan. Bangunannya menyerupai piramida terpancung atau trapesium, mengingatkan pada piramida Mesir dan budaya Maya atau Inca. Candi ini mengikuti kontur lereng Gunung Lawu dari barat ke timur, dengan tiga halaman berundak, teras ketiga sebagai lokasi candi induk.

Setiap teras dibatasi pagar batu dan diakses melalui gapura, sedangkan batu andesit berwarna kemerahan memberikan kesan hangat dan alami. Beberapa teori menyebutkan bahwa pemahatnya mungkin tukang kayu desa, bukan dari kalangan keraton, sehingga muncul kesan kesederhanaan namun artistik.

Struktur ini juga menunjukkan pengaruh punden berundak prasejarah, yang diyakini sebagai simbol penyucian dan penghormatan leluhur. Tata letak yang menyatu dengan alam serta desain bertingkat membuat pengunjung bisa merasakan suasana sakral sekaligus estetika arsitektur klasik Jawa.

Relief dan Simbolisme yang Vulgar

Candi Sukuh terkenal dengan relief dan patungnya yang eksplisit, menampilkan simbol lingga dan yoni sebagai lambang kesuburan. Pahatan ini dipercaya mampu membersihkan pengunjung dari kotoran lahir dan batin. Teras ketiga bahkan memiliki relief yang konon digunakan untuk ritual tertentu terkait kesuburan dan keperawanan.

Selain itu, relief menceritakan kisah mitologi seperti Kidung Sudamala, pertarungan Sadewa melawan Dewi Durga, dan adegan adu kekuatan Bima melawan raksasa. Patung Garuda melambangkan pencarian tirta amerta, sedangkan patung kura-kura mewakili bumi dan inkarnasi Dewa Wisnu.

Simbolisme vulgar ini bukan sekadar estetika, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup, kesuburan, dan hubungan manusia dengan alam serta dewa-dewi. Hal ini menjadikan Candi Sukuh unik di antara candi-candi Hindu lainnya di Jawa.

Simak dan ikuti terus informasi terlengkap tentang ZONA INDONESIA yang akan kami berikan terupdate di setiap harinya.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari wikipedia.org
  2. Gambar Kedua dari travelspromo.com