Deklarasi Djuanda 1957 menegaskan laut antar pulau sebagai wilayah sah Indonesia dan mengubah peta maritim dunia.

Deklarasi Djuanda 1957, Saat Laut Nusantara Resmi Jadi Milik Kita

Indonesia tak hanya kaya pulau, tapi juga laut. Namun dulu, laut antar pulau bukan milik kita secara hukum internasional.

Berikut ZONA INDONESIA akan membahas bagaimana Deklarasi Djuanda 1957 mengubah semua itu dan memperkuat kedaulatan maritim Indonesia.

tebak skor hadiah pulsabanner-free-jersey-timnas

Latar Belakang Terpecahnya Wilayah Laut Indonesia

Sebelum 1957, dunia mengakui aturan kolonial lama, laut hanya diakui sejauh 3 mil dari pantai. Artinya, perairan di antara pulau-pulau Indonesia dianggap laut bebas, bukan wilayah kedaulatan. Hal ini membuat Indonesia terkesan tercerai-berai secara hukum internasional.

Kondisi ini menyulitkan pengawasan wilayah dan membuka celah bagi kapal asing, bahkan militer negara lain, melintasi perairan kita secara sah tanpa izin. Ancaman terhadap persatuan nasional dan keamanan laut sangat nyata. Pemerintah menyadari hal ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung.

Tekanan geopolitik dan kebutuhan akan integrasi nasional mendorong munculnya gagasan strategis. Pemerintah Indonesia, lewat pemimpin teknokrat visioner Ir. Djuanda Kartawidjaja, menyiapkan deklarasi penting untuk mengubah pandangan dunia terhadap bentuk wilayah laut Indonesia.

Isi Pokok Deklarasi Djuanda

Pada 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia resmi menyatakan bahwa laut di sekitar, antar, dan di dalam kepulauan Indonesia adalah bagian dari wilayah nasional yang utuh. Deklarasi ini menolak hukum lama yang memecah-mecah perairan nusantara.

Deklarasi Djuanda juga memperkenalkan konsep “Negara Kepulauan” (archipelagic state), yang saat itu belum dikenal dalam hukum internasional. Ini adalah langkah berani: mengklaim seluruh laut antar pulau sebagai satu kesatuan kedaulatan tanpa menunggu pengakuan luar negeri.

Batas laut Indonesia ditetapkan sejauh 12 mil laut dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar pulau. Inilah awal mula terbentuknya garis pangkal kepulauan (archipelagic baselines), yang menjadi dasar peta maritim Indonesia saat ini.

Baca Juga: Palapa A1: Satelit Pertama yang Menyatukan Indonesia

Reaksi Dunia dan Perjuangan Internasional

Reaksi Dunia dan Perjuangan Internasional

Deklarasi ini awalnya tidak langsung diterima. Banyak negara menolak, menganggapnya bertentangan dengan prinsip kebebasan laut. Tapi Indonesia tidak mundur. Pemerintah aktif melakukan diplomasi di forum internasional, terutama melalui PBB dan Konferensi Hukum Laut.

Perjuangan panjang ini berbuah manis saat Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982 secara resmi mengakui konsep negara kepulauan. Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang memperjuangkan dan berhasil mengubah standar hukum laut global.

Dengan pengakuan ini, dunia harus menghormati batas laut Indonesia. Kapal asing hanya boleh melintasi laut Indonesia melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang diatur pemerintah. Kedaulatan Indonesia atas lautnya kini diakui dan sah secara internasional.

Dampak Besar Bagi Kedaulatan Nasional

Deklarasi Djuanda 1957 menyatukan lebih dari 17.000 pulau Indonesia dalam satu kesatuan wilayah laut. Tak ada lagi perairan bebas yang membelah Indonesia. Setiap jengkal laut antar pulau resmi menjadi bagian dari wilayah kedaulatan nasional yang utuh dan tak terpisahkan.

Ini berdampak besar dalam sektor pertahanan. Indonesia kini bisa mengontrol lalu lintas laut, mengusir kapal asing tak berizin, serta memperkuat pengawasan maritim dari pelanggaran wilayah. Penangkapan ikan ilegal, penyelundupan, hingga ancaman militer bisa lebih ditekan berkat status hukum laut yang jelas.

Di luar aspek keamanan, Deklarasi Djuanda juga memperkuat identitas Indonesia sebagai negara maritim sejati. Laut yang dulunya dipandang sebagai pemisah, kini menjadi penghubung antar pulau, budaya, dan ekonomi. Kedaulatan laut bukan hanya soal batas wilayah, tapi juga soal jati diri bangsa.

Warisan Hukum dan Teknokratik Ir. Djuanda

Ir. Djuanda dikenal sebagai pemimpin teknokrat yang visioner. Ia tidak hanya menjabat sebagai Perdana Menteri, tapi juga pemikir strategi jangka panjang negara. Melalui deklarasinya, ia mendorong lahirnya konsep negara kepulauan yang kelak diterima dunia dalam hukum internasional.

Deklarasi ini adalah bentuk kecerdasan diplomasi berani menyatakan kedaulatan tanpa menunggu pengakuan dunia, namun tetap disusul dengan perjuangan hukum dan politik yang konsisten. Itulah kekuatan pendekatan Djuanda: berani mengambil inisiatif strategis secara damai dan konstitusional.

Warisan ini hidup dalam berbagai kebijakan maritim modern. Konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), pembangunan TNI AL, hingga pengembangan jalur laut nasional semuanya berakar pada gagasan yang Djuanda tanamkan. Ia tak hanya mengubah peta, tapi juga arah berpikir bangsa terhadap laut.

Laut yang Dulu Memisah Kini Menyatukan

Deklarasi Djuanda bukan sekadar pernyataan politik, melainkan titik balik sejarah. Ia menjadikan laut sebagai fondasi persatuan Indonesia, bukan sekadar ruang di antara pulau. Dengan deklarasi ini, bangsa kita berdiri tegas bahwa laut Indonesia adalah satu kesatuan utuh yang harus dihormati.

Kini, ketika laut menjadi jalur vital perdagangan, energi, dan pertahanan, semangat Djuanda tetap relevan. Kita diingatkan bahwa menjaga laut bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab seluruh bangsa. Laut Indonesia adalah milik bersama yang harus dijaga demi masa depan.

Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi seputar sejarah Indonesia lainnya hanya di ZONA INDONESIA.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.tempo.co
  2. Gambar Kedua dari medan.tribunnews.com