Pada awal tahun 1920-an, pemerintah Hindia Belanda merencanakan pemindahan ibukota dari Batavia ke Bandung, dan akhirnya gagal.
Rencana ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, termasuk masalah kesehatan dan strategi militer. Dibawah ini ZONA INDONESIA akan membahas rencana tersebut akhirnya gagal karena Depresi Besar yang melanda dunia pada tahun 1929 dan pecahnya Perang Dunia II.
Latar Belakang Rencana Pemindahan Ibukota
Pada awal abad ke-20, Batavia dianggap tidak layak lagi menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda karena kondisi kesehatan yang buruk dan kerentanan terhadap serangan militer. Batavia menghadapi masalah lingkungan yang parah, termasuk sanitasi dan sistem drainase yang buruk.
Yang menyebabkan merebaknya penyakit mematikan seperti malaria, disentri, dan kolera. Tingginya angka kematian bahkan membuat Batavia dijuluki “Kuburan dari Timur”. Kondisi ini mendorong Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels untuk memindahkan pusat pemerintahan.
Militer ke Weltevreden (Gambir dan sekitarnya) pada awal abad ke-19, meskipun wilayah ini pun kemudian memburuk. Hendrik Freerk Tillema, seorang ahli kesehatan lingkungan, juga mengkritik kondisi kesehatan kota-kota pesisir utara Jawa, termasuk Batavia, yang dianggap panas, tidak sehat, dan mudah terjangkit wabah.
Bandung Sebagai Kandidat Ibukota Baru
Sebagai alternatif, Bandung dinilai sebagai kota yang lebih sehat dan strategis. Dengan ketinggian sekitar 730 meter di atas permukaan laut, Bandung memiliki iklim udara yang segar dan nyaman. Selain itu, topografi pegunungan Bandung dianggap sebagai benteng alam yang kokoh untuk menangkal ancaman militer.
Pengalaman pahit Belanda yang kalah dari pasukan Inggris di Batavia pada awal abad ke-19 juga menjadi pertimbangan. Setelah merebut kembali Jawa dari Inggris, Belanda memindahkan pangkalan militernya ke Cimahi pada tahun 1896 dan pabrik senjata Artillerie Constructie Winkel ke Bandung pada tahun 1898.
Jalur kereta api juga dibangun untuk menghubungkan Cimahi dengan pusat pertahanan Belanda di Cilacap. Fakta-fakta militer ini mengindikasikan bahwa pemindahan ibukota ke Bandung sudah dipertimbangkan sebelum usulan Tillema diajukan.
Baca Juga:
Proses Pemindahan yang Dimulai
Pada tahun 1920, usulan Tillema mendapat dukungan dari Prof. Ir. J. Klopper, Rektor Magnificus dari Bandoengsche Technische Hoogesschool (ITB). Pada tahun yang sama, pembangunan Gedung Sate dimulai sebagai pusat pembangunan gedung-gedung departemen dan instansi pemerintah pusat, serta rumah para pegawainya.
Pemindahan ini disambut antusias oleh para pengusaha, yang segera memindahkan kantor pusat dagangnya ke Bandung. Streefland, pemilik perusahaan Oliefabrieken, menjadi pengusaha swasta pertama yang memindahkan kantor pusatnya ke Bandung. Perusahaan asing seperti Baldwin Locomotive Works, Rhein Elbe Union, dan Siemens Schuckert Werke juga turut pindah ke Bandung.
Instansi pemerintah seperti Staatsspoorwegen (Jawatan Kereta Api Negara), Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT), serta Jawatan Metrologi dan Geologi juga berangsur pindah ke Bandung. Bahkan, Departemen Peperangan juga dipindahkan ke Bandung, yang bangunannya kini menjadi markas Kodam Siliwangi.
Hambatan & Kegagalan Pemindahan
Namun, rencana pemindahan ibukota ini tidak berjalan mulus. Pada tahun 1929, Depresi Besar melanda dunia dan berdampak pada perekonomian Hindia Belanda, menghentikan proyek pemindahan ibukota. Pecahnya Perang Dunia II semakin melupakan rencana ini.
Pendudukan Jepang, proklamasi kemerdekaan Indonesia, dan revolusi memaksa Belanda untuk meninggalkan tanah jajahannya setelah pengakuan kedaulatan pada tahun 1949. Dengan demikian, Bandung gagal menjadi ibukota Hindia Belanda, meskipun telah dipersiapkan dengan matang.
Dampak & Warisan Rencana Pemindahan
Meskipun gagal menjadi ibukota, Bandung tetap berkembang menjadi kota penting di Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan gedung-gedung pemerintahan pada masa itu memberikan warisan arsitektur dan sejarah yang kaya bagi kota Bandung.
Gedung Sate, misalnya, menjadi ikon kota Bandung dan simbol pemerintahan. Selain itu, rencana pemindahan ibukota ini menunjukkan bahwa wacana pemindahan ibukota dari Jakarta sudah muncul sejak lama.
Kesimpulan
Kini, Indonesia kembali mewacanakan pemindahan ibukota ke Nusantara di Kalimantan Timur. Belajar dari sejarah kegagalan pemindahan ibukota Hindia Belanda ke Bandung, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor secara matang, termasuk aspek ekonomi, sosial, politik, dan keamanan.
Pemindahan ibukota bukan hanya sekadar memindahkan pusat pemerintahan, tetapi juga menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan mengatasi permasalahan yang dihadapi Jakarta. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi viral terupdate lainnya hanya di ZONA INDONESIA.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari nationalgeographic.grid.id
- Gambar Kedua dari kompasiana.com